Selasa, 08 Maret 2016

SAMPAI BATAS - masgun

Suatu malam, saya bercakap dengan kawan lama yang akan menikah beberapa minggu lagi. Mungkin, semacam farewel masa lajangnya, sekaligus meminta nasihat-nasihat baiknya. 
Aku : saya 
Zahra : kawan lama, bukan nama sebenarnya
Cerita ini dimulai dengan obrolan ringan hingga berujung pada pertanyaan-pertanyaan di life-crisis. 
Aku : Eh, kalau kamu mendapati sesuatu yang berharga, apakah kamu bersedia mengorbankan banyak hal dalam hidupmu? Waktu, tenaga, usia, pikiran, untuk memperjuangkannya yang belum tentu juga itu akan jadi milikmu? 
Zahra : Aku mah realistis anaknya, susah ditanya begitu... 
Aku : Haha..., gimana dong?  
Zahra : Ini maksudmu, memperjuangkan X? (temanku ini menyebut nama seseorang yang aku taksir) 
Aku : Kenapa sebut nama -_- 
Zahra : Kalau kamu percaya bisa memperjuangkan agama lewat dia, baru deh. 
Aku : Allahu Akbar! 
Zahra : Pasangan hidup itu jalan, tujuannya Allah!  
Aku : Siap, Bos! 
Zahra : Pasangan hidup juga bukan pilihan, yang memilihkan Allah. Intinya ikut aja sama kata Allah. Kalau dibilang enggak, nggak usah maksa. Kalau dibilang iya, perjuangkan dan pelihara.  
Aku : Bagaimana kita tahu, itu iya dan itu tidak? 
Zahra : Beda-beda, aku sih ngasih batas tiga kali ke diri sendiri. Dalam hal apapun, kalau enggak berhasil di percobaan ketiga, berarti ada jalan lain. 
Aku : Aku baru ke... 
Zahra : Yang penting definisi jalan dan tujuannya yang harus jelas, kamu boleh ngasih batas yang berbeda, nggak mesti tiga kali kayak aku. 
Aku : Aku paham! Aku tahu di mana batasnya! :)  
Zahra : Siti Hajar dapat air setelah percobaan ke tujuh, iya gitu aja. Definisi jalan dan tujuan. Lalu apa batasnya. Coba sampai batasnya, kalau enggak, ganti jalan. Coba sampai batasnya, nanti Allah akan turun tangan.
  
Aku : Terima kasih :) 
Zahra : Sabar ya, jangan melampaui batas. 
Yogyakarta, 3 Maret 2016 | (c)kurniawangunadi


note: dan 'jangan kelewatan batas' yaa an *nasehatuntukdirisendiri