Rabu, 29 Juni 2016

Hikmah Embara Ramadhan 1437 H #18 : QS. Fatir

Saya akan menuliskan dua hikmah dari QS. Fatir, yaitu Janji Allah itu Pasti dan Yuk Bersafar.(Lihat ayat 5-8; 12; 27-28; 44) (untuk lebih jelas silakan baca terjemahan dan tafsir QS. Fatir yaa)(cek terj.1 dan terj.2)

Hikmah Pertama: Janji Allah itu Pasti

Tanpa perlu saya tuliskan jika kita muslim, dan kita benar-benar mengimani Allah, kita yakin bahwa janji Allah itu pasti. Tak perlu dikhawatirkan, tak perlu dirisaukan, janji Allah pasti terpenuhi pada waktu yang tepat pada tiap hambaNya.

Beberapa bukti bahwa janji Allah itu pasti hadir:
a. turunnya hujan di bumi yang tandus dan kering
b. zikir seorang hamba yang akan diterima
c. orang yang merencanakan kejahatan akan mendapat azab yang sangat keras dan rencana jahat mereka akan hancur. Rencana jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri, mereka hanyalah menunggu berlakunya ketentuan Allah.

Hikmah Kedua: Yuk Bersafar!
Dalam bahasa Arab, safar berarti menempuh perjalanan. Adapun secara syariat safar adalah meninggalkan tempat bermukim dengan niat menempuh perjalanan menuju suatu tempat. (Lisanul Arab, 6/277, Asy-Syarhul Mumti’, 4/490, Shahih Fiqhus Sunnah, 1/472) (sumber)
Safar memiliki kedudukan mulia dan sangat diperhatikan dalam Islam, sebab di dalamnya banyak terkait fadhilah-fadhilah dan hukum-hukum yang berkaitan dengan rukun Islam, seperti kebolehan shalat Qoshor dan Jama', pemberian zakat bagi musafir yang kehabisan bekal, kebolehan tidak berpuasa pada bulan Ramadlan, dan berbagai hukum perjalanan yang terkait dengan ibadah haji, kebolehan mengusap sepatu (al-khuf) saat wudlu' sebagai ganti dari membasuhnya, gugurnya kewajiban shalat Jum'at, dan kebolehan shalat di atas kendaraan. Dan diantara fadhilahnya lagi adalah, pada safar Allah U menjadikan do'a para musafir sebagai salah satu jenis do'a yang mustajab.

Aktifitas yang dilakukan oleh seseorang tentu tidak dijalankan olehnya dengan semerta-merta. Tetapi, lebih dikarenakan adanya sebuah faktor motifasi yang menggerakkan langkah kakinya untuk mencapai sebuah harapan. Setidaknya, adanya nilai manfaat ataupun faidah itulah yang menjadi sebuah harapan yang diimpikan dan ingin ia gapai dipenghujung dari serangkaian aktifitasnya. Begitu juga safar atau perjalanan yang dilakukan oleh seseorang, tentu tidak bisa terlepas dari adanya motifasi manfaat dan faidah yang ingin diperoleh.

Dan sangat penting untuk diketahui, bahwa yang paling menonjol daripada fitrah manusia adalah kecendrungan untuk memperoleh/mendapatkan sebuah kemanfaatan bagi dirinya sendiri dari setiap aktifitas yang dijalaninya, dengan tanpa memandang status kemanfaatan tadi, apakah merupakan manfaat yang bersifat personal individual ataukah manfaat yang bersifat umum, yang sudah barang tentu juga mengakomodir dirinya dan orang lain. Bahkan tidak sebatas itu, setiap kebijakan hukum (tasyri') yang ditetapkan oleh Allah U adalah bertitik pusat pada aspek manfaat dengan kualifikasi kesempurnaannya serta keluasan kapasitasnya. Demikian kurang lebih pemaparan dari seorang pakar yang bernama Dr. M. Said Ramadhan al-Buthy.

Berikut ini beberapa manfaat serta faidah yang bisa didapatkan dari sebuah rangkaian aktifitas perjalanan, yang cukup membikin letih dan cemas para pengembara/musafir di tanah perantauannya:

1.Menghilangkan stress, kesusahan dari beragam jadwal aktifitas yang padat, dan juga problem-problem sehari-hari.
2.Nafkah dan biaya hidup, yang semakin hari tuntutan kebutuhan hidup semakin meningkat dan kompleks.
3.Ilmu, baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan lainnya yang merupakan makanan ruhani setiap individu serta menjadi sumber informasi bekal hidup di abad modern.
4.Akhlaq. Semakin luas pergaulan seseorang semakin tinggi wawasan yang ia peroleh tentang nilai moral dan etika kehidupan sosial. Dengan kata lain, dirinya tidak terbelakang dan tentunya tertuntut untuk sedapat mungkin agar bisa beradaptasi dengan teman pergaulannya, baik dalam bertingkah-laku, ucapan dan perbuatan.
5.Jaringan relasi yang luas, lebih-lebih dengan orang-orang yang terpandang dan mulia.
6.Kemuliaan dan keagungan. Dan tentunya bila perjalanan yang dijalani itu, didasari dengan niatan tulus dan ikhlas.

Bersafar berasal dari kata safar yang artinya perjalanan.
Kita familiar dengan kata 'travelling' atau jalan-jalan, seperti Yuk Travelling atau Yuk Jalan-jalan. 
Seperti pada penjelasan di atas, safar memiliki banyak manfaat, maka lakukanlah safar, karena di dalam safar ada lima faedah : menghilangkan kesumpekan dan mengais rezeki; mendapatkan ilmu,adab dan teman yang baik (Imam Asy Syafi)
 
Ajakan safar ini, bukan semata-mata tentang perjalanan, bukan hanya sekedar berkunjung ke suatu tempat, namun memiliki tujuan,  agar kita dapat mencari karuniaNya dan kemudian agar kita bersyukur atasNya.

Itulah yang seharusnya dilakukan setiap muslimin/muslimah, setiap melakukan apapun dalam hal ini bersafar, maka akan mengingatkan hamba pada Pencipta. Tadaburi, renungi, dan syukuri atas segala sesuatu di muka bumi ini sebagai penciptaanNya.

Ditulis oleh Annisa Cahyaningtyas di Jakarta

Embara bulan Ramadhan 1437 H #18 : QS. Fatir - bagian dua

Surah QS. Fatir (Pencipta). Surah ke-35. 45 ayat. Makkiyah
 

Terjemah Surah Fatir Ayat 19-28

Ayat 19-28: Contoh-contoh yang menunjukkan tidak samanya antara keimanan dan kekafiran sebagaimana tidak sama antara cahaya dengan kegelapan, bukti yang menunjukkan keesaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan penjelasan tentang keutamaan para ulama yang bertakwa.

19. Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat[1].

20. Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya[2],

21. Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas[3],

22. [4]Dan tidak (pula) sama orang yang hidup dengan orang yang mati[5]. Sungguh, Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang Dia kehendaki[6] dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar[7].

23. Engkau tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan.

24. Sungguh, Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran[8] sebagai pembawa berita[9] gembira dan sebagai pemberi peringatan[10]. Dan tidak ada satu pun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi peringatan[11].

25. Dan jika mereka mendustakanmu[12], maka sungguh, orang-orang yang sebelum mereka pun telah mendustakan (rasul-rasul); ketika rasul-rasulnya datang dengan membawa keterangan yang nyata (mukjizat), zubur[13], dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna[14].

26. Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir[15]; maka (lihatlah) bagaimana akibat kemurkaan-Ku[16].

27. [17]Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit lalu dengan air itu Kami hasilkan buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis[18] putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.

28. Dan demikian (pula) di antara manusia, hewan-hewan melata dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama[19]. Sungguh, Allah Mahaperkasa[20] lagi Maha Pengampun[21].

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tafsir Surah Fatir Ayat 19-28

[1] Ada yang menafsirkan, tidak sama antara orang mukmin dengan orang kafir.

[2] Ada yang menafsirkan, tidak sama kekafiran dengan keimanan.

[3] Ada yang menafsirkan, tidak sama antara surga dengan neraka.

Oleh karena yang disebutkan itu tidak sama dan semua manusia mengakuinya, maka demikian pula tidak sama hal yang bertentangan secara maknawi, sehingga tidak sama antara orang mukmin dengan orang kafir, orang yang mendapatkan petunjuk dengan orang yang tersesat, orang yang berilmu dengan orang yang bodoh, penghuni surga dengan penghuni neraka, orang yang hidup hatinya dengan orang yang mati hatinya, antara keduanya jelas terdapat perbedaan. Apabila kita telah mengetahui perbedaan antara keduanya, dan bahwa yang satu lebih baik daripada yang lain, maka hendaknya kita mengutamakan yang lebih baik.

[4] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan, bahwa tidaklah sama sesuatu yang berlawanan menurut kebijaksanaan Allah dan menurut apa yang Dia tanamkan ke dalam hati hamba-hamba-Nya berupa fitrah yang selamat.

[5] Orang yang hidup adalah orang mukmin, sedangkan orang yang mati adalah orang kafir.

[6] Maksudnya, Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dengan memberi kesanggupan untuk mendengarkan dan menerima keterangan-keterangan yang disampaikan.

[7] Maksudnya, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang musyrik yang telah mati hatinya, sebagaimana panggilan seseorang kepada penghuni kubur tidak ada faedahnya, demikian pula seruan yang ditujukan kepada orang byang berpaling lagi membangkang, akan tetapi kewajibanmu hanyalah memberi peringatan dan menyampaikan, baik mereka menerima atau tidak sebagaimana diterangkan dalam lanjutan ayatnya.

[8] Yakni dengan membawa petunjuk karena manusia membutuhkannya, dan lagi ketika itu belum ada rasul, pengetahuan agama hilang dan manusia sangat butuh sekali kepada petunjuk, maka Allah mengutus Nabi-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rahmat kepada alam semesta. Allah mengutus Beliau dengan membawa agama yang lurus dan jalan yang lurus, ia merupakan kebenaran dan Allah menurunkan kepada Beliau Al Qur’an juga sebagai kebenaran.

[9] Kepada orang yang mau memenuhi seruan (beriman) dengan pahala segera atau ditunda.

[10] Kepada orang yang tidak mau memenuhi seruan (kafir) dengan azab Allah segera atau ditunda..

[11] Yakni seorang nabi yang memberi peringatan untuk menegakkan hujjah. Oleh karena itu, Beliau bukanlah seorang rasul yang baru.

[12] Wahai rasul, maka engkau bukanlah rasul pertama yang didustakan.

[13] Zubur ialah lembaran-lembaran yang berisi wahyu yang diberikan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang isinya mengandung hukum dan hikmah.

[14] Yakni yang bersinar beritanya dan adil hukumnya seperti Taurat dan Injil. Oleh karena itu, pendustaan mereka kepada para rasul bukanlah karena ketidakjelasan atau karena kurang pada apa yang dibawa rasul, bahkan disebabkan kezaliman dan pembangkangan mereka

[15] dengan berbagai hukuman.

[16] Yakni akibat pengingkaran-Ku kepada mereka dengan menghukum dan membinasakan mereka. Oleh karena itu, janganlah kamu mendustakan rasul yang mulia ini (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam), sehingga nantinya kamu akan ditimpa seperti yang menimpa mereka, berupa azab yang pedih dan memperoleh kehinaan.

[17] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan ciptaan-Nya yang beraneka macam di mana asalnya adalah satu dan materinya juga satu, namun terjadi perbedaan yang mencolok sebagaimana yang kita saksikan, untuk menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya betapa sempurnanya kekuasaan-Nya dan betapa indah kebijaksanaan-Nya. Contoh dalam hal ini adalah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan air dari langit, lalu Dia mengeluarkan daripadanya tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam sebagaimana yang kita saksikan, padahal airnya satu macam dan tanahnya juga satu macam. Termasuk pula gunung-gunung yang Allah jadikan sebagai pasak di bumi, kita dapat melihat gunung-gunung yang yang berbeda-beda, bahkan satu gunung saja ada beberapa warna pada jalannya; ada jalan yang berwarna putih, ada yang berwarna kuning dan merah, bahkan ada yang berwarna hitam pekat. Termasuk pula manusia, hewan melata dan hewan ternak sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya, yakni pada mereka juga terdapat keanekaragaman warna, sifat, suara, dan rupa sebagaimana yang kita lihat, padahal semuanya dari asal dan materi yang satu. Perbedaan itu merupakan dalil ‘aqli (akal) yang menunjukkan kepada kehendak Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang mengkhususkan masing-masingnya dengan warna tertentu dan sifat tertentu. Demikian pula menunjukkan qudrat (kekuasaan) Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang mengadakan hal itu, dan menunjukkan hikmah dan rahmat-Nya, di mana adanya perbedaan itu terdapat berbagai maslahat dan manfaat, dapat mengenal jalan dan mengenal antara yang satu dengan yang lain, berbeda jika sama tentu sulit dikenali. Yang demikian juga menunjukkan luasnya ilmu Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bahwa Dia akan membangkitkan manusia yang berada dalam kubur, akan tetapi orang yang lalai melihat hal itu dengan pandangan yang lalai, tidak membuatnya sadar. Oleh karena itulah hanya orang-orang yang takut kepada Allah-lah yang dapat mengambil manfaat darinya, dan dengan pikirannya yang lurus dapat membuatnya mengetahui hikmahnya sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[18] Judad di ayat tersebut bisa diartikan jalan di pegunungan.

[19] Oleh karena itu, orang yang lebih mengenal Allah, maka akan bertambah rasa takutnya, di mana hal itu akan membuatnya menahan diri dari maksiat dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Zat yang dia takuti. Ayat ini menunjukkan keutamaan ilmu, karena ilmu menambah seseorang takut kepada Allah, dan orang-orang yang takut kepada Allah itulah orang-orang yang mendapatkan keistimewaan dari-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (terj. Al Bayyinah: 8)

[20] Yakni Mahasempuna keperkasaan-Nya, di mana dengan keperkasaan-Nya Dia menciptakan makhluk yang beraneka macam itu.

[21] Dosa-dosa hamba-hamba-Nya yang bertobat.

(sumber: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-fathir-ayat-19-28.html)

Embara bulan Ramadhan 1437 H #18 : QS. Fatir - bagian satu

Surah QS. Fatir (Pencipta). Surah ke-35. 45 ayat. Makkiyah

Terjemah Surah Fatir Ayat 5-8

Ayat 5-8: Peringatan agar tidak tertipu oleh kehidupan dunia dan agar tidak mengikuti setan.

5. Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu[18] benar[19], maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu[20] dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah[21].

6. Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh[22], karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala[23].

7. [24]Orang-orang yang kafir[25], mereka akan mendapat azab yang sangat keras[26]. Dan orang-orang yang beriman[27] dan mengerjakan kebajikan[28], mereka memperoleh ampunan[29] dan pahala yang besar.

8. Maka apakah orang yang dijadikan terasa indah (oleh setan) perbuatan buruknya, lalu menganggap baik perbuatannya itu, (sama dengan orang yang diberi petunjuk oleh Allah)?[30] [31]Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan kepada mereka[32]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tafsir Surah Fatir Ayat 5-8

[18] Seperti kebangkitan dan pembalasan terhadap amal.

[19] Tidak ada keraguan padanya, dalil-dalil naqli dan ‘aqli telah menunjukkan demikian. Oleh karena janji-Nya adalah benar, maka bersiap-siaplah untuk menghadapinya dan manfaatkanlah waktu-waktumu dengan beramal saleh.

[20] Sehingga kamu lupa terhadap tujuan diciptakannya kamu.

[21] Karena santun-Nya dan penundaan hukuman dari-Nya.

[22] Oleh karena itu musuhilah dia dan jangan menaati, karena dia selalu mencari kesempatan untuk menjatuhkan kamu, dan dia melihatmu, sedangkan kamu tidak melihatnya.

[23] Inilah tujuannya. Oleh karena itu, barang siapa yang mengikutinya, maka dia akan dihinakan dengan azab yang menyala-nyala.

[24] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan, bahwa manusia terhadap setan ada dua golongan; ada golongan yang menaati setan, yaitu orang-orang kafir, dan ada golongan yang tidak menaati setan, yaitu orang-orang yang beriman. Dia juga menjelaskan balasan terhadap masing-masingnya.

[25] Kepada yang dibawa para rasul.

[26] Keras zat maupun sifatnya, dan bahwa mereka kekal di dalamnya selam-lamanya.

[27] Dengan hati mereka kepada semua yang diperintahkan Allah untuk diimani.

[28] Sebagai konsekwensi dari keimanan.

[29] Terhadap dosa-dosa mereka, dan tersingkir dari mereka keburukan dan hal yang tidak diinginkan.

[30] Orang yang pertama amalnya buruk, melihat yang hak sebagai kebatilan dan melihat kebatilan sebagai kebenaran, sedangkan orang yang kedua amalnya baik, melihat hak sebagai kebenaran dan batil sebagai kebatilan, apakah sama keduanya? Tentu tidak sama.

[31] Akan tetapi karena mendapatkan hidayah dan tersesat di Tangan Allah, maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.

[32] Yakni kepada orang-orang yang tersesat, di mana amal buruk mereka terasa indah dan setan menghalangi mereka dari kebenaran. Tugas Beliau hanyalah menyampaikan, dan tidak berkewajiban menjadikan mereka mendapat hidayah. Dan Allah-lah yang akan memberikan balasan terhadap amal mereka.

(sumber: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-fathir-ayat-1-8.html)

Hikmah Embara Ramadhan 1437 H #17 : QS. Saba'

Pada QS. Saba' , saya akan menulis hikmah tentang Berantas Budaya 'cuci tangan' dan atau 'lempar tangan'.(Lihat ayat 31-33) (untuk lebih jelas silakan baca terjemahan dan tafsir QS. Saba' yaa)(cek terj.1)

Sesuai KBBI:
1)cuci/cu·ci/ v,
-- tangan 1 membasuh tangan dengan air; 2 ki tidak turut campur dalam suatu masalah walaupun mengetahuinya; 3 ki tidak mau terlibat dalam kesalahan yang dibuat orang lain;

2)lempar/lem·par/ /lĂ©mpar/ v buang jauh-jauh;-- batu sembunyi tangan, pb berbuat kurang baik kepada orang, lalu berpura-pura tidak tahu;
-- tangan ki menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain sehingga yang bersangkutan seolah-olah bebas dari tanggung jawab: insiden yang telah mencuat menjadi isu nasional itu, kini menimbulkan kesan adanya saling -- tangan di antara para pejabat pemerintah;


Budaya, itulah yang perlu diperbaiki. Sesuatu yang turun menurun pasti akan membudayakan. Salah satunya budaya negatif 'cuci tangan' dan atau 'lempar tangan'. Dan budaya negatif itu sudah terpatri sejak kecil jadilah terus menerus berlanjut hingga jenjang dewasa bahkan usia tua.

Misalnya, dari kecil seorang anak 'seperti diajarkan' oleh orangtuanya untuk 'cuci tangan' dan atau 'lempar tangan' bahkan dengan hal kecil. Saat anak tersebut jatuh karena jalannya memang belum ajeg, lalu spontan saja kedua orangtuanya bilang 'yuk berdiri lagi, jangan nangis, itu kodoknya lewat, hush kodok nakal'. Padahal tidak ada kodok/katak yang lewat, itu hanya fiktif bukan ilmiah, hanya imajinasi sebagai jawaban sekenanya dari orangtua anak itu agar si anak tidak menangis dan banyak hal lainnya yang pasti kalian tahu bukan.

Hingga saat si anak itu dewasa, dia pandai berbohong dan juga pandai dalam 'cuci tangan' dan atau 'lempar tangan'. Misalnya, dalam ujian si anak memilih jalan pintas dengan menyontek dan saat ketahuan pengawas, dia malah menyebutkan nama teman yang lain sebagai pembelaan atas dirinya biar tidak ketahuan dan kena hukuman. Dan ketika beranjak usia tua, si anak tadi pun dengan mudah melakukan hal-hal curang, manipulasi, korupsi, dan ketidakjujuran lainnya. Karena semakin lama, akibat budaya negatif dari 'cuci tangan' dan atau 'lempar tangan', dia menjadi 'ahli' dengan sendirinya.

Maka kita harus MEMBERANTAS!!!

Karena budaya 'cuci tangan' dan atau 'lempar tangan', nilai kejujuran hampir tidak ada atau hilang. Padahal kejujuran atau sidiq adalah salah satu sifat Rasul kita, dan sebagai umatnya kita wajib mengikuti beliau dan sifat-sifat beliau.

Sifat Wajib Dan Mustahil Bagi Rasul
Sifat wajib bagi Nabi dan Rasul ada 4, yakni:
(1) Sidiq – Sifat ini berarti jujur atau benar, artinya nabi dan Rasul dijaga oleh Allah SWT kejujurannya dan kebenarannya. Jadi tidak pernah ingkar apapun yang dikatakan oleh Nabi dan Rasul kepada umatnya karena mereka adalah laki-laki pilihan Allah SWT.

(2) Amanah – Sifat ini artinya dapat dipercaya, seperti yang dikatakan diatas bahwa Nabi dan Rasul tidak pernah ingkar maupun berdusta. Nabi dan Rasul selalu bisa dipercaya untuk melaksanakan apapun yang diperintahkan oleh Allah SWT kepadanya.

(3) Tabligh – Sifat ini artinya meyampaikan, jadi memang tugas utama mereka adalah menyampaikan pesan-pesan Allah SWT atau menyampaikan wahyu dari Allah SWT kepada umat mereka.

(4) Fathonah – Sifat wajib yang satu ini artinya cerdas, Nabi dan Rasul diberi kecerdasan oleh Allah SWT agar mereka mampu memerangi kaum yang tidak berada dijalan Allah SWT dan mengajaknya untuk berada dijalan yang benar, yakni jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT.

Sifat mustahil bagi Rasul
(1) Kidzib – Sifat ini artinya dusta atau bohong, hal yang sangat tidak mungkin yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul. Mereka terjaga dari sifat tersebut.

(2) Khianat – Sifat ini artinya tidak dapat dipercaya, Nabi dan Rasul adalah laki-laki yang dipilih oleh Allah untuk menyampaikan atau menyebarkan agama Allah SWT kepada umat manusia. Sangat tidak mungkin apabila mereka mempunyai sifat yang khianat.

(3) Kitman – Sifat ini artinya menyembunyikan, seperti yang dikatakan diatas bahwa Nabi dan Rasul adalah seseorang yang dipilih Allah SWT untuk menyampaikan pesan-pesan Allah kepada umat manusia, sangat tidak mungkin jika mereka mempunyai sifat tersebut.

(4) Baladah – Sifat ini artinya bodoh, jika sudah diterangkan bahwa Nabi dan Rasul adalah laki-laki pilihan Allah SWT, maka sangat tidak mungkin Allah memilih pilihan yang bodoh.

Berikut bisa kita lihat perbandingan singkat dari masing-masing sifat wajib dan sifat mustahil bagi Nabi dan Rasul

Siddiq >< Kidzib
Nabi dan Rasul Allah memiliki sifat siddiq yakni jujur dalam berkata dan berbuat. Nabi Muhammad sejak kecil sudah dikenal dengan kejujurannya. Dan tidak mungkin Nabi dan Rasul memiliki sifat kidzib, karena tugas mereka adalah menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT. Salah satu faktor agar dipercaya orang adalah jujur, sehingga mustahil orang yang dipilih Allah untuk menyampaikan ajaranNya memiliki sifat kidzib.

Amanah >< Khianat
Nabi dan Rasul memiliki sifat amanah artinya dapat dipercaya. Nabi dan Rasul mustahil berkhianat. Karena sikap dan prilakunya tidak pernah melanggar larangan dan aturan-aturan Allah serta tidak menyimpang dari ajaranNya.

Tabligh >< Kitman
Nabi dan Rasul memiliki sifat tabligh, yakni menyampaikan apa yang semestinya disampaikan. Wahyu yang diterima seluruhnya disampaikan kepada umatnya dan tidak ada satupun yang disembunyikan. Sehingga Nabi dan Rasul sangat mustahil memiliki sifat kitman atau menyembunyikan.

Fathanah >< Baladah
Tidak ada seorang Nabi dan Rasul yang Allah yang memiliki sifat baladah atau bodoh. Karena semuanya diberi akal dan pikiran yang cerdas. Cerdas dalam perencanaan, pelaksanaan, strategi dakwah dan lain-lain.

Karena bila kebenaran sudah datang, maka kebatilan/kebohongan/ketidakjujuran akan hancur binasa. Dan, tidak ada yang bisa dilakukan ataupun diperbuat untuk melawan serta meruntuhkan kebenaran itu.

Mari mulai sekarang, mulai diri kita sendiri (terutama saya pribadi). Mulai dari kecil meluas hingga hal besar. Harus dipaksa agar terbiasa dan membudaya. Yuk kita berantas budaya negatif 'cuci tangan' atau 'lempar tangan'. Ciptakan budaya baru yang jujur dan amanah. Pasti bisa, karena tidak ada yang tidak mungkin di mata Allah Swt.

Ditulis oleh Annisa Cahyaningtyas di Jakarta

Embara bulan Ramadhan 1437 H #17 : QS. Saba' (Kaum Saba')

Surah QS. Saba' (Kaum Saba'). Surah ke-34. 54 ayat. Makkiyah

Terjemah Surah Saba'Ayat 31-33

Ayat 31-33: Berlepasnya orang-orang yang sombong dari orang-orang yang lemah yang mengikuti mereka, bagaimana mereka saling cela-mencela, dan bahwa tempat kembali masing-masing mereka adalah ke neraka.

31. [1]Dan orang-orang kafir berkata, "Kami tidak akan beriman kepada Al Quran ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya[2].” Dan (alangkah mengerikan) kalau kamu melihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebagian mereka mengembalikan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah[3] berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri[4], "Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang mukmin[5].”

32. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah[6], "Kamikah yang telah menghalangimu untuk memperoleh petunjuk setelah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak!) Sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berbuat dosa.”

33. Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, "(Tidak!) Sebenarnya tipu daya(mu) pada waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami agar kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya[7].” Mereka menyatakan penyesalan ketika mereka melihat azab[8]. Dan Kami pasangkan belenggu di leher orang-orang yang kafir[9]. Mereka tidak dibalas melainkan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan[10].

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tafsir Surah Saba' Ayat 31-33
[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa hari yang telah ditentukan untuk orang-orang yang mendustakan azab pasti akan datang ketika sudah tiba waktunya, maka di sini Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan mereka pada hari itu, bahwa jika kita melihat keadaan mereka ketika dihadapkan kepada Tuhan mereka, pengikut dan pemimpin berkumpul bersama, tentu kita akan melihat perkara yang mengerikan, di mana antara mereka saling melempar kesalahan kepada yang lain.

[2] Seperti kitab Taurat dan Injil yang menunjukkan kepada kebangkitan karena pengingkaran mereka kepadanya.

[3] Yaitu para pengikut.

[4] Yaitu para pemimpin.

[5] Yakni kalau bukan karena kamu menghalangi kami dari keimanan dan menghiasi kekafiran kepada kami lalu kami ikuti kamu. Maksud kata-kata mereka ini adalah agar azab itu ditimpakan kepada mereka para pemimpin mereka, tidak kepada selain mereka.

[6] Meminta agar mereka mengerti sambil memberitahukan, bahwa semuanya sama-sama salah.

[7] Yakni bahkan yang membuat kami seperti ini adalah makar kamu di malam dan siang hari karena kamu menghias kekafiran kepada kami di malam dan siang hari serta mengajak kami kepadanya, dan kamu katakan, bahwa yang demikian adalah benar, kamu cacatkan yang sesungguhnya benar, memperburuknya dan mengatakan bahwa ia adalah batil. Makarmu senantiasa kamu lancarkan kepada kami sehingga kami tersesat dan terfitnah.

Pelemparan kesalahan itu pun tidak berfaedah apa-apa selain membuat mereka saling berlepas diri dan menambah penyesalan semata sebagaimana pada lanjutan ayatnya.

[8] Perdebatan antara mereka yang dilakukan untuk menyelamatkan diri dari azab pun selesai dan mereka pun tahu bahwa mereka telah berbuat zalim dan pantas mendapat azab, maka masing-masing dari mereka menyesal dan berangan-angan bahwa mereka dahulu di atas kebenaran serta meninggalkan kebatilan yang membuat mereka sampai kepada azab itu. Mereka sembunyikan penyesalan itu dalam hati mereka karena takut terbongkarnya aib jika mengakuinya, demikian pula mereka tetap tidak mengakuinya pada saat berada di sebagian tempat perhentian pada hari Kiamat. Akan tetapi, ketika mereka masuk ke dalam neraka, mereka tampakkan penyesalan itu. Mereka berkata, “Sekiranya Kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. -- Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” ( Terj. Al Mulk: 10-11)

[9] Mereka dibelenggu sebagaimana orang yang dipenjara dibelenggu, di mana dia akan dihinakan dalam penjara itu. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, sambil diseret,-- Ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api,” (Terj. Al Mu’min: 71-72) Nas’alullahas salaamah wal ‘aafiyah fiddunyaa wal aakhirah.

[10] Berupa kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan.

(sumber: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-saba-ayat-31-45.html)

Hikmah Embara Ramadhan 1437 H #16 : QS. Al-Ahzab

Hikmah dari Surah Al-Ahzab saya ambil dari potongan Perang Ahzab yang berkorelasi dengan kehidupan kita kini, yaitu Pantang Mundur.(Lihat ayat 9-20) (untuk lebih jelas silakan baca terjemahan dan tafsir QS. Al-Ahzab yaa)(cek terj.1)

Sedikit yang bisa saya tangkap, Allah berjanji akan memenangkan Perang Ahzab, namun ada syaratnya, kaum muslimin harus terus maju, bersabar, dan pantang mudur. Ingat, janji Allah itu pasti! Mereka (kaum muslimin) diminta untuk tetap teguh dan pantang mundur dari musuh (golongan bersekutu), maka kemenangan akan diraih. Namun, kemenangan tersebut ternoda oleh perilaku orang-orang tertentu (dari kaum muslimin) yang menyerah, yang tidak sabar, dan yang takut dengan musuh (golongan bersekutu).

Janji Allah itu pasti dan akan terlaksana, sedangkan janji kita pada Allah entah bagaimana ujungnya, yang pasti wajib dipenuhi juga, sebab akan dimintai pertanggungjawabannya. Lalu bagaimana dengan orang-orang tertentu tadi yang takut lalu kabur? bukankah mereka telah berjanji pada Allah untuk jihad di jalanNya, berjuang di jalanNya, lalu setelah melihat musuh mereka lari ketakutan, bagaimana tentang janji mereka pada Allah?

Lalu bagaimana dengan kita sekarang (terutama diri saya sendiri)?
Saat kita sedang menjalani puasa di bulan Ramdhan, bulan penuh berkah. Kta diminta Allah untuk berpuasa dari waktu Subuh hingga adzan Maghrib (definisi umum), berpuasa dari haus dan lapar; hawa nafsu dan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa. Dilaksanakan di bulan Ramadhan (kurang lebih 30 hari). Sederhananya, kita tidak diperbolehkan makan minum dan hal lainnya yang akan membatalkan puasa dari waktu Subuh hingga waktu Maghrib. Setelah kita mampu menjalankan secara penuh, Allah sudah menjanjikan hari kemenangan yaitu Idul Fitri.

Menurut kalian bagaimana? Susah atau gampang?
Jawaban akan berbeda tiap orang tergantung niatnya. Sebenarnya itu mudah jika niat kita lurus dan pantang mundur,niatnya lillahi ta'ala. Namun, bagi yang lainnya, yang mudah menyerah, mungkin terasa berat.

Bagi yang pantang mundur, menjalankan puasa akan terasa menyenangkan dan sesuai dengan esensinya, jadi pantas jika mereka mendapatkan kemenangan di hari Raya Idul Fitri. Mereka berjanji untuk berpuasa pada Allah, dapat memenuhinya, dan Allahpun mengijabah doa mereka dengan kemenangan.

Tapi, bagi yang pesimis, akan menganggap puasa 30 hari sangatlah berat. Melaksanakannya setengah hati, kadang bolong-bolong, tapi anehnya mereka ingin kemenangan juga. Aneh kan? Berjanji pada Allah, tapi mengingkarinya, dan masih minta Allah mengabulkan permintaannya. Astaghfirullah hal adzim, Aku mohon ampun kepada Allah.

Mudah menyerah atau 'lari' tidaklah berguna karena hanya akan mengecap kesenangan sementara atau sebentar, semisal dalam hal puasa, Kita berpuasa dan tergoda untuk membatalkan dengan cara makan, memang melegakan karena kita tidak lagi kelaparan, tapi itu hanya sementara, sebab ibadah kita ternoda, kita punya hutang sama Allah.

Bersikaplah Pantang Mundur. Tahan Banting.
Teman semuanya, tunggulah dan bersabarlah, bersikaplah pantang mundur, apa yang telah dijanjikanNya pada kita adalah benar dan pasti adanya, selalu hadir kemenangan (Idul Fitri) setelah mengalami kesukaran (puasa).
Tiada pelindung dan penolong terbaik selain Allah.

PUASA
Makna puasa
-Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam atau Ash Shaum. Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak yaitu menahan diri. Sedangkan secara istilah, ash shiyaam artinya: beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Hukum puasa Ramadhan
-Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa”  (QS. Al Baqarah: 183).

Dan juga karena puasa ramadhan adalah salah dari rukun Islam yang lima. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan” (HR. Bukhari – Muslim).

Keutamaan puasa
-Puasa adalah ibadah yang tidak ada tandingannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Abu Umamah Al Bahili:
“hendaknya engkau berpuasa karena puasa itu ibadah yang tidak ada tandingannya” (HR. Ahmad, An Nasa-i. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i)

-Puasa menggabungkan 3 jenis kesabaran: sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi hal yang dilarang Allah dan sabar terhadap takdir Allah atas rasa lapar dan kesulitan yang ia rasakan selama puasa.

-Puasa akan memberikan syafaat di hari kiamat.
“Puasa dan Al Qur’an, keduanya akan memberi syafaat kelak di hari kiamat” (HR. Ahmad, Thabrani, Al Hakim. Al Haitsami mengatakan: “semua perawinya dijadikan hujjah dalam Ash Shahih“).

-Orang yang berpuasa akan diganjar dengan ampunan dan pahala yang besar.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al Ahzab: 35)

-Puasa adalah perisai dari api neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “puasa adalah perisai” (HR. Bukhari – Muslim)

-Puasa adalah sebab masuk ke dalam surga
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“di surga ada delapan pintu, diantaranya ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan. Tidak ada yang bisa memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa” (HR. Bukhari).

Hikmah disyariatkannya puasa
-Puasa adalah wasilah untuk mengokohkan ketaqwaan kepada Allah
-Puasa membuat orang merasakan nikmat dari Allah Ta’ala
-Mendidik manusia dalam mengendalikan keinginan dan sabar dalam menahan diri
-Puasa menahan laju godaan setan
-Puasa menimbulkan rasa iba dan sayang kepada kaum miskin
-Puasa membersihkan badan dari elemen-elemen yang tidak baik dan membuat badan sehat

Rukun puasa
-Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
-Menepati rentang waktu puasa

Awal dan akhir bulan Ramadhan (bulan puasa)
-Wajib menentukan awal bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak terlihat maka bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Para ulama ijma akan hal ini, tidak ada khilaf di antara mereka.
-Para ulama mensyaratkan minimal satu orang yang melihat hilal untuk bisa menetapkan terlihatnya hilal Ramadhan.
-Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Ramadhan sendirian, ulama khilaf. Jumhur ulama mengatakan ia wajib berpuasa sendirian berdasarkan ru’yah-nya. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Al Utsaimin. Sebagian ulama berpendapat ia wajib berpuasa bersama jama’ah kaum Muslimin. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Baz.
-Rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang lain (ittifaqul mathali’), ataukah setiap negeri mengikuti rukyah hilal masing-masing di negerinya (ikhtilaful mathali’)? Para ulama khilaf dalam masalah ini. Jumhur ulama berpendapat rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang lain. Adapun Syafi’iyyah dan pendapat sebagian salaf, setiap negeri mengikuti rukyah hilal masing-masing. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ash Shanani dan juga Ibnu Utsaimin.
-Wajib menentukan akhir bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak terlihat maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari. Para ulama ijma akan hal ini, tidak ada khilaf di antara mereka.
-Jumhur ulama mensyaratkan minimal dua orang yang melihat hilal untuk bisa menetapkan terlihatnya hilal Syawal.
-Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Syawal sendirian, maka ia wajib berbuka bersama jama’ah kaum Muslimin.
-Jika hilal Syawal terlihat pada siang hari, maka kaum Muslimin ketika itu juga berbuka dan shalat Id, jika terjadi sebelum zawal (bergesernya mata hari dari garis tegak lurus).

Rentang waktu puasa
Puasa dimulai ketika sudah terbit fajar shadiq atau fajar yang kedua. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al Baqarah: 187).

Yang dimaksud dengan khaythul abyadh di sini adalah fajar shadiq atau fajar kedua karena berwarna putih dan melintang di ufuk seperti benang. Adapun fajar kadzib atau fajar pertama itu bentuknya seperti dzanabus sirhan (ekor serigala). Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Fajar itu ada dua: pertama, fajar yang bentuknya seperti ekor serigala, maka ini tidak menghalalkan shalat (shubuh) dan tidak mengharamkan makan. Kedua, fajar yang memanjang di ufuk, ia menghalalkan shalat (shubuh) dan mengharamkan makan (mulai puasa)” (HR. Al Hakim, Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’).

Puasa berakhir ketika terbenam matahari. Allah Ta’ala berfirman:
“lalu sempurnakanlah puasa hingga malam” (QS. Al Baqarah: 187).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari, maka orang yang berpuasa boleh berbuka” (HR. Bukhari – Muslim).

Syarat sah puasa
-Islam
-Baligh
-Berakal
-Muqim (tidak sedang safar)
-Suci dari haid dan nifas
-Mampu berpuasa
-Niat

Sunnah-sunnah ketika puasa
Sunnah-sunnah terkait berbuka puasa
-Disunnahkan menyegerakan berbuka
-Berbuka puasa dengan beberapa butir ruthab (kurma segar), jika tidak ada maka denganbeberapa butir tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih
-Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
/dzahabazh zhomaa-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
“telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan, dan telah diraih pahala, insya Allah” (HR. Abu Daud, An Nasa-i, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Sunnah-sunnah terkait makan sahur
-Makan sahur hukumnya sunnah muakkadah. Dianggap sudah makan sahur jika makan atau minum di waktu sahar, walaupun hanya sedikit. Dan di dalam makanan sahur itu terdapat keberkahan
-Disunnahkan mengakhirkan makan sahur mendekati waktu terbitnya fajar, pada waktu yang tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih makan sahur.
-Disunnahkan makan sahur dengan tamr (kurma kering).
-Orang yang berpuasa wajib meninggalkan semua perbuatan yang diharamkan agama dan dianjurkan untuk memperbanyak melakukan ketaatan seperti: bersedekah, membaca Al Qur’an, shalat sunnah, berdzikir, membantu orang lain, i’tikaf, menuntut ilmu agama, dll
-Membaca Al Qur’an adalah amalan yang lebih dianjurkan untuk diperbanyak di bulan Ramadhan. Bahkan sebagian salaf tidak mengajarkan ilmu di bulan Ramadhan agar bisa fokus memperbanyak membaca Al Qur’an dan mentadabburinya.

Orang-orang yang dibolehkan tidak berpuasa
-Orang sakit yang bisa membahayakan dirinya jika berpuasa.
Jumhur ulama mengatakan bahwa orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah yang jika berpuasa itu dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan serius pada kesehatannya.
-Adapun orang yang sakit ringan yang jika berpuasa tidak ada pengaruhnya sama sekali atau pengaruhnya kecil, seperti pilek, sakit kepala, maka ulama empat madzhab sepakat orang yang demikian wajib tetap berpuasa dan tidak boleh meninggalkan puasa.
-Terkait adanya kewajiban qadha atau tidak, orang sakit dibagi menjadi 2 macam:
-Orang yang sakitnya diperkirakan masih bisa sembuh, maka wajib meng-qadha ketika sudah mampu untuk menjalankan puasa. Ulama ijma akan hal ini.
-Orang yang sakitnya diperkirakan tidak bisa sembuh, maka membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Diqiyaskan dengan keadaan orang yang sudah tua renta tidak mampu lagi berpuasa. Ini disepakati oleh madzhab fikih yang empat.
-Musafir.
Orang yang bersafar boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik perjalanannya sulit dan berat jika dilakukan dengan berpuasa, maupun perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa.

Namun jika orang yang bersafar itu berniat bermukim di tempat tujuan safarnya lebih dari 4 hari, maka tidak boleh meninggalkan puasa sejak ia sampai di tempat tujuannya.

Para ulama khilaf mengenai musafir yang perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa, semisal menggunakan pesawat atau kendaraan yang sangat nyaman, apakah lebih utama berpuasa ataukah tidak berpuasa. Yang lebih kuat, dan ini adalah pendapat jumhur ulama, lebih utama tetap berpuasa.

Orang yang hampir selalu bersafar setiap hari, seperti pilot, supir bus, supir truk, masinis, dan semacamnya, dibolehkan untuk tidak berpuasa selama bersafar, selama itu memiliki tempat tinggal untuk pulang dan menetap. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al Utsaimin.
-Orang yang sudah tua renta
Orang yang sudah tua renta dan tidak lagi mampu untuk berpuasa dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan. Ulama ijma akan hal ini.

Wajib bagi mereka untuk membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.
-Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil atau sedang menyusui boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik karena ia khawatir terhadap kesehatan dirinya maupun khawatir terhadap kesehatan si bayi.

Ulama berbeda pendapat mengenai apa kewajiban wanita hamil dan menyusui ketika meninggalkan puasa.
-Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup membayar fidyah tanpa qadha, ini dikuatkan oleh Syaikh Al Albani.
-Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup meng-qadha tanpa fidyah, ini dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Al Utsaimin, Syaikh Shalih Al Fauzan, Al Lajnah Ad Daimah, juga pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.
-Sebagian ulama madzhab juga berpendapat bagi mereka qadha dan fidyah jika meninggalkan puasa karena khawatir akan kesehatan si bayi.
-Yang lebih rajih –insya Allah– adalah pendapat kedua, bagi mereka wajib qadha saja tanpa fidyah.

Orang yang memiliki sebab-sebab yang membolehkan tidak berpuasa, diantaranya:
-Orang yang pekerjaannya terasa berat. Orang yang demikian tetap wajib meniatkan diri berpuasa dan wajib berpuasa. Namun ketika tengah hari bekerja lalu terasa sangat berat hingga dikhawatirkan dapat membahayakan dirinya, boleh membatalkan puasa ketika itu, dan wajib meng-qadha-nya di luar Ramadhan.
-Orang yang sangat kelaparan dan kehausan sehingga bisa membuatnya binasa. Orang yang demikian wajib berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain.
-Orang yang dipaksa untuk berbuka atau dimasukan makanan dan minuman secara paksa ke mulutnya. Orang yang demikian boleh berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain dan ia tidak berdosa karenanya.
-Mujahid fi sabilillah yang sedang berperang di medan perang. Dibolehkan bagi mereka untuk meninggalkan berpuasa. Berdasarkan hadits:“sesungguhnya musuh kalian telah mendekati kalian, maka berbuka itu lebih menguatkan kalian, dan hal itu merupakan rukhshah” (HR. Muslim).

Pembatal-pembatal puasa
-Makan dan minum dengan sengaja
-Keluar mani dengan sengaja
-Muntah dengan sengaja
-Keluarnya darah haid dan nifas
-Menjadi gila atau pingsan
-Riddah (murtad)
-Berniat untuk berbuka
-Merokok
-Jima (bersenggama) di tengah hari puasa. Selain membatalkan puasa dan wajib meng-qadha puasa, juga diwajibkan menunaikan kafarah membebaskan seorang budak, jika tidak ada maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.
-Hijamah (bekam) diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama, hijamah tidak membatalkan puasa. Sedangkan pendapat Hanabilah bekam dapat membatalkan puasa. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz dan Ibnu Al Utsaimin.
-Masalah donor darah merupakan turunan dari masalah bekam. Maka donor darah tidak membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat jumhur ulama, dan bisa membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat Hanabilah.
-Inhaler dan sejenisnya berupa aroma yang dimasukan melalui hidung, diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama ia dapat membatalkan puasa, sedangkan sebagian ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengatakan tidak membatalkan. Pendapat kedua ini juga dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah.

Yang bukan merupakan pembatal puasa sehingga dibolehkan melakukannya
-Mengakhirkan mandi hingga terbit fajar, bagi orang yang junub atau wanita yang sudah bersih dari haid dan nifas. Puasanya tetap sah.
-Berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
-Mandi di tengah hari puasa atau mendinginkan diri dengan air
-Menyicipi makanan ketika ada kebutuhan, selama tidak masuk ke kerongkongan
-Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang mampu mengendalikan birahinya
-Memakai parfum dan wangi-wangian
-Menggunakan siwak atau sikat gigi
-Menggunakan celak
-Menggunakan tetes mata
-Menggunakan tetes telinga
-Makan dan minum 5 menit sebelum terbit fajar yang ditandai dengan adzan shubuh, yang biasanya disebut dengan waktu imsak. Karena batas awal rentang waktu puasa adalah ketika terbit fajar yang ditandai dengan adzan shubuh.

Yang dimakruhkan ketika puasa
-Terlalu dalam dan berlebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
-Puasa wishal, yaitu menyambung puasa selama dua hari tanpa diselingi makan atau minum sama sekali.
-Menyicipi makanan tanpa ada kebutuhan, walaupun tidak masuk ke kerongkongan
-Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang tidak mampu mengendalikan birahinya
-Bermalas-malasan dan terlalu banyak tidur tanpa ada kebutuhan
-Berlebihan dan menghabiskan waktu dalam perkara mubah yang tidak bermanfaat

Beberapa kesalah-pahaman dalam ibadah puasa
-Niat puasa tidak perlu dilafalkan, karena niat adalah amalan hati. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal niat puasa. Menetapkan itikad di dalam hati bahwa esok hari akan berpuasa, ini sudah niat yang sah.
-Berpuasa namun tidak melaksanakan shalat fardhu adalah kesalahan fatal. Diantara juga perilaku sebagian orang yang makan sahur untuk berpuasa namun tidak bangun shalat shubuh. Karena dinukil bahwa para sahabat berijma tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, sehingga tidak ada faedahnya jika ia berpuasa jika statusnya kafir. Sebagian ulama berpendapat orang yang meninggalkan shalat tidak sampai kafir namun termasuk dosa besar, yang juga bisa membatalkan pahala puasa.
-Berbohong tidak membatalkan puasa, namun bisa jadi membatalkan atau mengurangi pahala puasa karena berbohong adalah perbuatan maksiat.
-Sebagian orang menahan diri melakukan perbuatan maksiat hingga datang waktu berbuka puasa. Padahal perbuatan maksiat tidak hanya terlarang dilakukan ketika berpuasa, bahkan terlarang juga setelah berbuka puasa dan juga terlarang dilakukan di luar bulan Ramadhan. Namun jika dilakukan ketika berpuasa selain berdosa juga dapat membatalkan pahala puasa walaupun tidak membatalkan puasanya.
-Hadits “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” adalah hadits yang lemah. tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah. Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.
-Tidak ada hadits “berbukalah dengan yang manis“. Pernyataan yang tersebar di tengah masyarakat dengan bunyi demikian, bukanlah hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
-Tidak tepat mendahulukan berbuka dengan makanan manis ketika tidak ada kurma. Lebih salah lagi jika mendahulukan makanan manis padahal ada kurma. Yang sesuai sunnah Nabi adalah mendahulukan berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma maka dengan air minum. Adapun makanan manis sebagai tambahan saja, sehingga tetap didapatkan faidah makanan manis yaitu menguatkan fisik.

Wallahu ta’ala a’lam.

Ditulis oleh Annisa Cahyaningtyas di Jakarta

Embara bulan Ramadhan 1437 H #16 : QS. Al-Ahzab (Golongan yang Bersekutu)

Surah Al-Ahzab (Golongan yang Bersekutu). Surah ke-33. 73 ayat. Madaniyah

Terjemah Surah Al-Ahzab Ayat 9-20

Ayat 9-17: Mengingatkan karunia Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin dengan diberi-Nya pertolongan dalam perang Ahzab, serta membongkar kedok kaum munafik.

9. [1]Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika bala tentara datang kepadamu, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan bala tentara yang tidak dapat terlihat olehmu[2]. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

10. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu[3], dan ketika penglihatanmu terpana[4] dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan[5] dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah[6].

11. Disitulah diuji orang-orang mukmin[7] dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang dahsyat[8].

12. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit[9] berkata, "Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada Kami hanya tipu daya belaka[10].”

13. Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka[11] berkata, "Wahai penduduk Yatsrib (Madinah)![12] Tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu[13].” Dan sebahagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)[14].” Padahal rumah-rumah itu tidak terbuka, mereka hanyalah hendak lari.

14. Dan kalau (Madinah) diserang dari segala penjuru, dan mereka diminta agar melakukan fitnah[15], niscaya mereka mengerjakannya; dan hanya sebentar saja mereka menunggu[16].

15. Dan sungguh, mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah, tidak akan berbalik ke belakang (mundur). Dan perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya.

16. Katakanlah (Muhammad)[17], "Lari tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan[18], dan jika demikian (kamu terhindar dari kematian)[19] kamu hanya akan mengecap kesenangan sebentar saja.”

17. [20]Katakanlah, "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (ketentuan) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu[21]?" Mereka itu tidak akan mendapatkan pelindung[22] dan penolong[23] selain Allah[24].

Ayat 18-20: Celaan kepada orang-orang yang lari dari peperangan, terlebih kepada mereka yang mengendorkan semangat jihad.

18. [25]Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, "Marilah (kembali) bersama kami.” Padahal mereka datang berperang hanya sebentar[26],

19. Mereka kikir terhadapmu[27]. Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati[28], dan apabila ketakutan telah hilang[29], mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam[30], sedang mereka kikir untuk berbuat kebaikan[31]. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus amalnya. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah.

20. Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi[32], dan jika golongan-golongan (yang bersekutu) itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui[33], sambil menanyakan berita tentang kamu[34]. Dan sekiranya mereka berada bersamamu, mereka tidak akan berperang, melainkan sebentar saja[35].

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 9-20

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin nikmat-Nya kepada mereka dan mendorong mereka untuk mensyukurinya, yaitu ketika datang kepada mereka penduduk Mekah dan Hijaz dari atas mereka, penduduk Nejd dari bawah mereka, dan mereka bekerja sama dan bersekutu untuk memusnahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yaitu pada saat perang Khandaq. Pasukan yang bersekutu itu juga dibantu oleh orang-orang Yahudi yang berada di sekitar Madinah, sehingga mereka datang menyerang kaum muslimin dalam jumlah yang besar. Ketika itu parit telah dibuat di sekitar Madinah, dan musuh telah mengepung Madinah, keadaan pun menjadi parah sampai hati mereka menyesak ke tenggorokan dan banyak yang berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah karena mereka melihat sebab-sebab kehancuran mereka dari berbagai arah, dan pengepungan itu terus berlalu dalam beberapa hari.

[2] Ayat ini menerangkan kisah Ahzab, yaitu golongan-golongan yang dihancurkan pada perangan Khandaq karena menentang Allah dan Rasul-Nya. Yang dimaksud dengan tentara yang tidak dapat kamu lihat adalah para malaikat yang sengaja didatangkan Allah untuk menghancurkan musuh-musuh-Nya itu.

[3] Dari atas lembah dan dari bawahnya, dari timur dan barat.

[4] Melihat musuh ada di berbagai arah.

[5] Maksudnya ialah menggambarkan bagaimana hebatnya perasaan takut dan perasaan gentar pada waktu itu.

[6] Seperti menyangka bahwa Allah tidak akan memenangkan agama-Nya dan tidak akan meninggikan kalimat-Nya.

[7] Agar tampak jelas, siapa yang ikhlas dan siapa yang tidak.

[8] Ketika itu kelihatan sekali –wal hamdulillah- keimanan kaum mukmin, iman mereka menjadi bertambah dan keyakinan mereka meningkat sehingga mereka mengungguli kaum mukmin di masa lalu dan di masa mendatang. Ketika itu, kaum mukmin berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Peristiwa itu malah menambah iman mereka. Berbeda dengan orang-orang munafik, mereka malah berkata, “Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada Kami hanya tipu daya belaka.”

[9] Yakni lemah keyakinannya.

[10] Inilah kebiasaan orang-orang munafik ketika menghadapi cobaan, imannya tidak kokoh, dan melihat dengan pandangannya yang pendek kepada keadaan saat itu.

[11] Yaitu kaum munafik. Ketika mereka keluh kesah, kurang kesabarannya, sehingga menjadi orang-orang yang mengendorkan semangat kaum mukmin.

[12] Mereka melupakan nama yang baru bagi kota itu, yaitu Madinah. Hal ini menunjukkan bahwa agama dan persaudaraan iman tidak memiliki arti apa-apa dalam hati mereka.

[13] Ke rumah-rumahmu di Madinah. Ketika itu mereka keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke gunung Sila’ yang berada di luar Madinah untuk berperang. Golongan kaum munafik ini adalah golongan yang paling buruk dan paling merugikan, melumpuhkan jihad dan jelas sekali, bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk melawan musuh. Selain golongan ini ada pula golongan yang lain, yang berada di belakang, mereka berada di belakang karena rasa takut dan sifat pengecut, mereka lebih suka di belakang barisan, sehingga mereka mengemukakan berbagai alasan yang batil agar dimaafkan sebagaimana yang dijelaskan dalam lanjutan ayat di atas.

[14] Yakni dalam bahaya, dan kami mengkhawatirkan serangan musuh terhadapnya, sedangkan kami tidak berada di sana. Oleh karena itu, izinkanlah kepada kami untuk pulang, agar kami dapat menjaga rumah kami. Ucapan mereka ini sebagaimana dalam ayat di atas adalah dusta. Iman mereka lemah, dan tidak kokoh ketika menghadai fitnah.

[15] Yang dimaksud dengan melakukan fitnah ialah murtad, atau memerangi orang Islam.

[16] Mereka tidak memiliki kekuatan dan kekokohan di atas agama, bahkan dengan berkuasanya musuh, mereka segera memberikan apa yang musuh inginkan. Seperti inilah keadaan mereka. Padahal, mereka telah berjanji kepada Allah untuk tidak mundur, sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[17] Kepada mereka sambil mencela mereka dan memberitahukan, bahwa hal itu tidaklah berfaedah apa-apa bagi mereka.

[18] Meskipun kamu berada di rumahmu, niscaya orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh akan keluar juga ke tempat mereka terbunuh. Sebab hanyalah bermanfaat jika tidak berbenturan dengan qadha’ dan qadar, akan tetapi apabila berbenturan dengan qadar, maka segala sebab akan lenyap, dan semua wasilah (sarana) yang disangka seseorang bermanfaat akan sia-sia.

[19] Ketika kamu melarikan diri agar selamat dari mati atau terbunuh, lalu kamu dapat bersenang-senang di dunia.

[20] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan, bahwa semua sebab tidaklah berguna bagi seorang hamba apabila Allah menghendaki bencana atas dirinya.

[21] Karena sesungguhnya Dialah Allah yang memberi dan menghalangi, yang memberi manfaat dan yang menimpakan madharrat; tidak ada yang mendatangkan kebaikan selain Dia dan tidak ada yang dapat menghindarkan bencana selain Dia.

[22] Yang memberi manfaat kepada mereka.

[23] Yang menghindarkan bahaya.

[24] Oleh karena itu, hendaklah mereka menaati Tuhan yang sendiri mengatur segala urusan, yang kehendak-Nya berlaku, qadar-Nya berjalan, dan tidaklah bermanfaat pelindung dan penolong jika Dia tidak melindungi dan menolong.

[25] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam orang-orang yang menghalang-halangi dan mengendorkan semangat kaum muslimin.

[26] Karena riya’ atau sum’ah. Mereka adalah orang yang paling ingin tidak ikut berperang karena tidak adanya pendorong untuk itu, yaitu iman dan sabar, dan adanya hal yang menghendaki untuk bersikap pengecut, berupa kemunafikan dan tidak adanya iman.

[27] Mereka kikir mengorbankan jiwa untuk berperang, dan kikir mengorbankan harta untuknya. Oleh karena itu, mereka tidak berjihad dengan jiwa dan hartanya.

[28] Karena sifat pengecut yang mencopot hati mereka dan gelisah yang membuat mereka lupa segalanya dan takut jika mereka dipaksa untuk hal yang mereka benci, yaitu perang.

[29] Keadaan menjadi aman dan tenteram, atau ghanimah telah diperoleh dan berhasil dikumpulkan.

[30] Mereka akan berbicara dengan kata-kata yang keras dan mengemukakan dakwaan yang tidak benar. Ketika itu, mereka tampil seakan-akan sebagai orang-orang yang berani.

[31] Mereka tidak mau mengorbankan milik mereka sedikit pun, tetapi mereka menuntut ghanimah. Ini adalah keadaan yang sangat buruk yang ada dalam diri seseorang. Kikir untuk berbuat yang diperintahkan, kikir mengorbankan harta di jalan Allah, kikir mengorbankan jiwa di jalan Allah, kikir dengan apa yang ada padanya, seperti kedudukannya sehingga tidak mau membantu orang lain, kikir dengan ilmunya, nasihatnya dan pendapatnya sehingga tidak memberikannya kecuali jika ia memperoleh keuntungan. Berbeda dengan orang-orang mukmin, Allah menjaga mereka dari kekikiran diri mereka, diberi-Nya mereka taufik untuk mengerjakan apa yang diperintahkan, mereka rela mengorbankan jiwa dan harta mereka di jalan-Nya untuk meninggikan kalimat-Nya, mereka senang memberikan harta mereka pada pos-pos kebaikan, demikian pula memberikan bantuan kepada orang lain dengan kedudukan dan ilmu mereka.

[32] Kembali ke Mekah, karena takut kepada mereka.

[33] Mereka tidak ingin tinggal di Madinah dan tidak ingin dekat dengannya, dan ingin bersama dengan orang-orang Arab baduwi.

[34] Tentang perlawananmu dengan orang-orang kafir.

[35] Karena riya’ atau takut celaan.

(sumber: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-ahzab-ayat-9-20.html)

Kamis, 23 Juni 2016

Hikmah Embara Ramadhan 1437 H #15 : QS. As-Sajdah

As-Sajdah memiliki keistimewaan melalui ayatnya, jika bertemu ayat sajdah saat membaca Al-Qur'an kita diminta untuk sujud tilawah.
Ayat sajadah di dalam Al Qur’an terdapat pada 15 tempat. Sepuluh tempat disepakati. Empat tempat masih dipersilisihkan, namun terdapat hadits shahih yang menjelaskan hal ini. Satu tempat adalah berdasarkan hadits, namun tidak sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi sebagian melakukan sujud tatkala bertemu dengan ayat tersebut.

Sepuluh ayat yang disepakati sebagai ayat sajadah : QS.Al-A’rof ayat 206;QS.Ar- Ro’du ayat 15;QS.An Nahl ayat 49-50;QS.Al Isro’ ayat 107-109;QS.Maryam ayat 58; QS.Al Hajj ayat 18;QS.Al Furqon ayat 60;QS.An Naml ayat 25-26;QS.As Sajdah ayat 15;QS. Fushilat ayat 38 (menurut mayoritas ulama), QS. Fushilat ayat 37 (menurut Malikiyah)

Hukum Sujud Tilawah Ditujukan pada Siapa Saja?
[Pertama] Sujud tilawah ditujukan untuk orang yang membaca Al Qur’an dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama, baik ayat sajadah dibaca di dalam shalat ataupun di luar shalat.
[Kedua] Lalu bagaimana untuk orang yang mendengar bacaan Qur’an dan di sana terdapat ayat sajadah?
Sumber: https://rumaysho.com/1052-panduan-sujud-tilawah-3-ayat-ayat-sajadah.html

Bacaan ketika sujud tilawah sama seperti bacaan sujud ketika shalat. Ada beberapa bacaan yang bisa kita baca ketika sujud di antaranya:

(1)Dari Hudzaifah, beliau menceritakan tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca: “Subhaana robbiyal a’laa”. Artinya: Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi. (HR. Muslim no. 772).
(2)Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a ketika ruku’ dan sujud:“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” Artinya: Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku. (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484).
(3)Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud membaca: “Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.”. Artinya: Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta. (HR. Muslim no. 771).
Sumber: https://www.islampos.com/sujud-tilawah-dan-ayat-sajdah-79382/

Dan dari Surah Sajdah yang berarti juga sujud (sesuai dengan anjuran sujud tilawahnya), saya akan menuliskan hikmah tentang Syafaat.(Lihat ayat 4) (untuk lebih jelas silakan baca terjemahan dan tafsir QS. As-Sajdah yaa)(cek terj.1)

Syafaat yaitu Untuk menghindarkan azab-Nya ketika datang. Syafaat juga berarti pertolongan yang diberikan Rasul (orang-orang tertentu) untuk meringankan azab atau beban seseorang di akhirat.

Mohon cerna kembali ya kata-kata definisi dari syafaat, 'untuk meringankan azab atau beban seseorang di akhirat' dan hanya diberikan oleh 'Rasul (orang-orang tertentu)'. Sudah mengerti maksud saya?

Berikut ada penggalan prakata yang sering kita dengar,
"Segala Puji Bagi Alloh Tuhan Semesta alam yang telah memberikan kita suatu kenikmatan sehingga melalui acara ini kita bisa berkumpul bersama dengan anugrah dan pertolongan-Nya dan jika saja Tuhan tidak memberikan kenikmatan kepada kita yakni kita tak bisa membentuk acara ini.

Tak lupa, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman jahiliyah kezaman terang benderang seperti sekarang ini, tidak lupa kepada keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya hingga kepada kita semua di berikan syafa'atnya hingga yaumil akhir (besok dihari Akhir)".

Kita pasti menyadarinya dan bahkan sering mendengar bahwa terdapat kata syafaat, selalu!pasti ada! Tapi kita hanya membuat hal tersebut sebagai kebiasaan atau hal biasa namun tidak kita resapi, padahal itu hal yang luar biasa.

Bila kita meyakini rukun Iman, Iman kepada hari Kiamat (ke-6), kita pasti yakin bahwa setelah adanya kematian,lalu terdengar tiupan sangkakala, maka saat itulah hari Kiamat (Yaumul Qiyamah) itu tiba. Dan saat hari Akhir, hari demi hari akan kita lewati hingga hari perhitungan (Yaumul Hisab) itu tiba, itulah saatnya semua amal baik dan buruk kita yang sudah dicatat akan ditimbang dan segera kita akan mendapat balasan, apakah surga (penuh dengan nikmat balasan atas kebajikan kita) atau neraka (penuh dengan kepedihan balasan atas keburukan kita/azab).

Sering terdengar di ceramah-ceramah, sering terbaca di berbagai media, dan banyak sumber, bahwa saat di akhirat tidak ada satupun yang dapat menolong kita kecuali atas kehendak Allah, kita mau bertobat pun tidak akan diterima, namun salah satu pertolongan itu adalah syafaat. Jadi jangan anggap remeh.

Teruslah berbuat kebaikan. Teruslah menghaturkan Shalawat dan salam untuk junjungan kita. Teruslah memohon syafaat, agar kita dan keluarga dan saudara muslimin/muslimat lainnya selamat dari azab-siksa api neraka, dan dapat dikumpulkan di surgaNya. Aamiin Ya Rabb.

Ditulis oleh Annisa Cahyaningtyas di Jakarta

Embara bulan Ramadhan 1437 H #15 : QS. As-Sajdah (Sujud)

Surah As-Sajdah (Sujud): Surah ke-32. 30 ayat. Makkiyyah
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Terjemah Surah As-Sajdah Ayat 1-9

Ayat 1-9: Al Qur’an adalah firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala, kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam menciptakan langit dan bumi, mengatur keduanya dan menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

1. Alif laam miim

2. [1]Turunnya Al-Quran itu tidak ada keraguan padanya, (yaitu) dari Tuhan seluruh alam.

3. Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan, "Dia (Muhammad) telah mengada-adakannya." Tidak, Al Quran itu kebenaran[2] (yang datang) dari Tuhanmu[3], agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang belum pernah didatangi orang yang memberi peringatan sebelum engkau[4], agar mereka mendapat petunjuk[5].

4. Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari[6], kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[7]. Bagimu tidak ada seorang pun pelindung[8] maupun pemberi syafaat[9] selain Dia. Maka apakah kamu tidak memperhatikan[10]?

5. Dia mengatur segala urusan[11] dari langit ke bumi[12], kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya[13] dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

6. Yang demikian itu[14], ialah Tuhan yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang[15].

7. Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan[16] dan [17]yang memulai penciptaan manusia dari tanah[18],

8. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).

9. Kemudian Dia menyempurnakannya[19] dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya[20] dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu[21], (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur[22].

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tafsir Surah As-Sajdah Ayat 1-9
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan, bahwa kitab yang mulia ini turun dari-Nya Tuhan seluruh alam, yang mengurus mereka dengan nikmat-nikmat-Nya, dan di antara pengurusan-Nya kepada mereka adalah dengan menurunkan kitab Al Qur’an ini, di mana di dalamnya terdapat sesuatu yang memperbaiki keadaan mereka, menyempurnakan akhlak mereka, dan bahwa tidak ada keraguan di dalamnya. Meskipun begitu, orang-orang yang mendustakan Rasul lagi berlaku zalim malah berkata, bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengada-ada dari dirinya sendiri. Ini merupakan keberanian yang besar dalam mengingkari firman Allah, dan menuduh Beliau dengan tuduhan yang paling dusta. Oleh karena itu, pernyataan mereka dibantah oleh Allah sebagaimana pada ayat ketiga.

[2] Yang tidak dimasuki kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang.

[3] Sebagai rahmat-Nya kepada manusia.

[4] Mereka berada dalam keadaan yang sangat cocok untuk diutusnya rasul dan diturunkan kitab karena tidak ada yang memberi peringatan, bahkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan dan kebodohan, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan Al Qur’an agar mereka mendapatkan perunjuk, mereka dapat mengenal yang hak sehingga mengutamakannya.

[5] Semua yang ada di ayat ini membantah pendustaan mereka kepada Beliau, dan bahwa apa yang disebutkan di dalamnya menghendaki mereka beriman dan membenarkan secara sempurna, yaitu karena ia turun dari Rabbul ‘alamin, karena ia adalah kebenaran dan tidak ada keraguan di dalamnya dari berbagai sisi. Oleh karena itu, di dalamnya tidak terdapat sesuatu yang menjadikan mereka ragu, tidak ada berita yang bertentangan dengan kenyataan, tidak ada kesamaran dalam maknanya, dan bahwa mereka berada dalam kebutuhan kepada risalah, dan bahwa di dalam kitab Al Qur’an terdapat petunjuk kepada semua kebaikan dan ihsan.

[6] Awalnya hari Ahad, dan akhirnya hari Jum’at. Allah Subhaanahu wa Ta'aala sesungguhnya mampu menciptakan dalam sekejap, akan tetapi Dia Mahalembut lagi Mahabijaksana.

[7] Bersemayam di atas 'Arsy adalah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan keagungan-Nya.

[8] Yang mengurusi semua urusanmu, sehingga dia memberimu manfaat.

[9] Untuk menghindarkan azab-Nya ketika datang.

[10] Sehingga kamu mengetahui, bahwa yang menciptakan langit dan bumi, yang bersemayam di atas ‘arsy, yang sendiri mengatur dan mengurusmu dan yang memiliki semua syafaat, Dialah yang berhak diibadahi.

[11] Baik qadari (taqdir) maupun syar’i (syariat-Nya), semuanya Dia yang mengaturnya. Pengaturan tersebut turun dari Allah Yang Maha Memiliki lagi Mahakuasa.

[12] Lalu dengan pengaturan-Nya Dia membahagiakan dan mencelakan, mengkayakan dan membuat fakir, memuliakan dan menghinakan, mengangkat suatu kaum dan merendahkannya, dan menurunkan rezeki.

[13] Para malaikat turun dengan membawa perintah Allah ke bumi, lalu naik dengan perintah-Nya. Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan ketinggian Allah Subhaanahu wa Ta'aala di atas makhluk-Nya. Ibnu Jarir Ath Thabari berkata, “Perkataaan yang lebih dekat dengan kebenaran tentang hal itu menurutku adalah, pendapat orang yang mengatakan, bahwa maknanya adalah Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, lalu naik kepada-Nya dalam sehari yang lamanya tentang naiknya urusan itu kepada-Nya dan turunnya ke bumi adalah seribu tahun menurut perhitunganmu dari hari-harimu; 500 tahun ketika turun dan 500 tahun ketika naik, karena hal itu makna yang paling tampak dan paling mirip dengan zahir ayat.”

[14] Yakni yang menciptakan dan yang mengatur itu.

[15] Dengan keluasan ilmu-Nya, sempurnanya keperkasaan-Nya dan meratanya rahmat-Nya, Dia mewujudkan makhluk-Nya yang besar, menyimpan berbagai manfaat di dalamnya dan tidak sulit bagi-Nya mengaturnya.

[16] Sehingga sesuai dan cocok.

[17] Disebutkan secara khusus manusia karena keutamaannya.

[18] Yaitu dengan menciptakan Adam ‘alaihis salam, bapak manusia.

[19] Dengan menjadikannya segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, lalu Dia meniupkan ruh ke dalamnya.

[20] Yaitu dengan mengirimkan seorang malaikat, lalu meniupkan ruh ke dalamnya yang sebelumnya sebagai benda mati, sehingga dengan izin Allah, jadilah ia makhluk hidup.

[21] Yakni Dia senantiasa memberikan kepadamu berbagai manfaat dengan proses, sehingga Dia memberikan pendengaran, penglihatan dan hati.

[22] Kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan membentukmu.

(sumber: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-as-sajdah-ayat-1-14.html)