Kamis, 23 Juni 2016

Hikmah Embara Ramadhan 1437 H #14 : QS. Luqman

Melalui Surah Luqman, saya menuliskan hikmah tentang Birrul Walidain.(Lihat ayat 14-15) (untuk lebih jelas silakan baca terjemahan dan tafsir QS. Luqman yaa)(cek terj.1)

Tidak akan banyak yang saya tulis tentang Birrul Walidain, sensitif. Hiks.
Pasti akan menjadi sedih, bukan sedih duka tapi sedih haru.

Birrul Walidain biasa kita dengar dengan Berbakti pada Kedua Orang Tua. 
Bagi saya pribadi itu kewajiban. Hukumnya harus, wajib, dan fardhu'ain.
Seperti yang kita tahu, bahkan bilang 'ah' ke orang tua itu tidak boleh. Lalu jika kita akan salat, lalu orang tua kita ada yang memanggil lalu meminta tolong sesuatu pada kita, maka salat kita tadi (sebagai udzur salat) sebaiknya ditunda dan mengerjakan perintah orang tua terlebih dahulu.

Bagi seorang perempuan, bakti kepada kedua orangtuanya akan berpindah, utamanya pada suaminya dan kedua orangtua dari suami. Sedangkan bagi seorang laki-laki, baktinya tetap pada kedua orangtuanya. Namun, yang pasti baik seorang perempuan yang nantinya sebagai istri juga seorang laki-laki yang nantinya akan menjadi seorang suami, harus berbakti dan taat pada kedua orangtua kandung dan juga mertua mereka kelak.

Mengutip kembali tulisan masgun
"Kak, kemarin adik kan ngaji. Kalau udah nikah, adik harus lebih taat sama suami daripada sama ayah dan ibu. Lalu adik mikir, berarti sebenarnya tanggungjawab buat ngurus ayah dan ibu itu ada sama menantu perempuan dan anak laki-lakinya. Kalau laki-laki menikah, ketaatan dengan orang tuanya tidak berpindah, berbeda dengan perempuan. Adik pengen kakak kalau nyari menantu buat ayah dan ibu, cari yang baik ya Kak. Perempuan yang sayang sama mereka, yang bisa membantu kakak buat ngurus ayah sama ibu nanti. Karena mungkin adik tidak bisa berada lebih banyak untuk mereka.”
Berkenan dengan hikmah Birrul Walidain, saya baru saja menonton video yang berkenan dengan hal itu terutama tentang ibu. Semoga ada hikmah dan ibrah yang dapat kita petik. Wallahu'alam bishawab


(Transkrip) Mark Abdul Aziz
"Inilah dakwah. Dakwah pertama adalah akhlak.
Dan ibuku subhanallah. Sekarang dia bingung.
Antara memilih Islam atau memilih agamanya.
Semisal ibuku. Tanyakan padanya: 'Apa itu tauhid?'
Maka dia akan menjawab: 'Tauhid adalah mengesakan Allah. Tidak menyekutukan Allah. Dan lain-lain.'
Dan apa itu thaghut? 'Thaghut seperti ini. seperti itu'"

prolog (Al-Amiry): Terkadang. Kita lalai dari nikmat yang agung ini, nikmat kedua orang tua yang muslim. Yang diharapkan Abdul Azis.

"Ini susah. Semisal sekarang ada seseorang yang menelponku: 'Wahai saudaraku Abdul Azis, ibumu sudah meninggal'.
Subhannalah, wafat dalam keadaan kafir. Tidak mungkin bagiku untuk menshalatinya. Subhannalah.
Tapi di dunia kita menerima takdir ini. Karena Allah memberi hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki.
Kami berdoa kepada Allah agar Dia memberinya hidayah.
Dan memberi hidayah untuk ayahku dan siapa saja yang berada dalam penyimpangan".


(Al-Amiry):Aku berdoa kepada Allah agar Dia memberinya hidayah dan bersamamu di dunia menjadi baik dan muslimah dan di surga nanti dengan izin Allah.

"Dan juga. Aku juga katakan untuk orang Islam. Surga ada di bawah telapak kaki ibumu. Jadilah orang yang berbakti untuk ibu.
Wahai saudaraku muslim, kamu memiliki keutamaan yang besar.Ibumu adalah orang Islam dan ayahmu juga orang Islam."



(Al-Amiry): Abdul Azis selalu tersenyum. Abdul Azis sangat bahagia dengan kehidupan ini setelah islam. Dia berkata:'Aku (Abdul Azis) tidak merasakan berharganya dunia. Setelah masuk Islam aku menginginkan surga'

"Selain surga, kita menginginkan yang pertama sebuah hal yang sangat agung. Dan banyak orang yang melupakannya. Yang pertama, kita menginginkan Allah ta'ala. Kita ingin berjumpa dengan Allah yang Maha Besar. Kita bukan hanya ingin surga. Tapi kita menginginkan Allah dan berjumpa denganNya".
Birrul Walidain (Berbuat baik terhadap kedua ibu bapak)
Al Birr iaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW. : “Al Birr adalah baiknya akhlaq“. (HR. Muslim)

Birrul Walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada  kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak beriman. Manakala wajibatul walid (kewajipan orang tua) adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya seperti sabda Nabi SAW.,  “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk boleh berbakti kepadanya”.

Sedangkan ‘Uquud Walidain bermaksud durhaka terhadap mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.

Berkata Imam Al Qurtubi – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai/ disunnahkan).”

Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir “Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa (senang) kembali“.

Hukum Birrul WalidainPara Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.

Syari’at Islam meletakkan kewajipan birrul walidain menempati ranking ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT. dengan mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali.

Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya, “Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah SWT.: “bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”

Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi).

Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya – meriwayatkan daripada i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mahu memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta“. (HR Muslim)
 
Keutamaan Birrul Walidain
1.(amal yang paling dicintai disisi Allah SWT selepas Solat)
Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah bersabda “Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi “ Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

2.(doa mereka mustajab)
Di antara buktinya adalah kisah ulama besar hadits yang sudah ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin, Imam Bukhari rahimahullah. Beliau buta sewaktu kecil lalu ibunya seringkali berdoa agar Allah SWT. memulihkan penglihatan beliau.

Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis salam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”

Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.
Hal di atas menunjukkan benarnya sabda Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam akan manjurnya do’a orang tua pada anaknya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi[vi])

3.(sebab turunnya rahmat)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4.Bukan berarti membalas budi kerana jasa mereka tidak mungkin terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Seorang anak tidak akan dapat membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai hamba, lalu dia merdekakan.” (HR. Muslim)

5.Al ummu hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk mendapat perlakuan yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Orang tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!, Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ” (HR. Bukhari dan Muslim)

6.Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.” (HR. Muslim)

7.Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Mahukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mahu, wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (HR Bukhari dan Muslim)
 
Melaksanakan Birrul Walidain
Semasa Mereka Masih Hidup         
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya –  menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.

Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.

2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga keadaan mereka melemah dan sangat memerlukan bantuan dan perhatian daripada anaknya.

Abu Bakar As Siddiq ra. adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam berbaktinya terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangat udzur, beliau masih melayan bapanya dengan lemah lembut dan tidak pernah putus asa untuk mengajak ayahnya beriman kepada Allah. Penantian beliau yang cukup lama berakhir apabila ayahnya menerima tawaran untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)

6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)

7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.

8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.

9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.

10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila Mereka Meninggal Dunia
1. Mensolati/Berdo’a terhadap Keduanya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)

2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
3. Menunaikan Janji/Wasiat Kedua Orang Tua

4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua
Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)

5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
“Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban)

Rasulullah SAW. yang telah ditinggal ayahnya Abdullah kerana meninggal dunia saat Rasulullah SAW. masih dalam kandungan ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya mengajak Rasulullah ketika berusia enam (6) tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun aqidah pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah SAW. berbakti pula kepada pengasuhnya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.

Jujur, ini tulisan tersedikit yang saya buat karena saya penuh dengan kata-kata namun seketika itu juga habis oleh kata-kata jika berbicara tentang orang tua.
Allah Maha Adil memilihkan siapa orangtua kita dan siapa anak keturunan kita kelak. Maka selalu berbaktilah.

Ditulis oleh Annisa Cahyaningtyas di Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar