Rabu, 22 Juni 2016

Embara bulan Ramadhan 1437 H #13 : QS. Ar-Ruum (Bangsa Romawi)

Surah Ar-Ruum (Bangsa Romawi): Surah ke-30. 60 ayat. Makkiyah
Terjemah Surah Ar-Ruum Ayat 33-36
Ayat 33-36: Sifat-sifat manusia yang tercela.
33. [1]Dan apabila manusia ditimpa oleh suatu bahaya[2], mereka menyeru Tuhannya dengan kembali (bertobat) kepada-Nya[3], kemudian apabila Dia memberikan sedikit rahmat-Nya[4] kepada mereka, tiba-tiba sebagian mereka mempersekutukan Tuhannya[5],

34. Biarkan mereka mengingkari rahmat yang telah Kami berikan. Dan bersenang-senanglah kamu, maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu).

35. Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, yang menjelaskan (membenarkan) apa yang selalu mereka persekutukan dengan Tuhan[6]?

36. [7]Dan apabila Kami berikan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka bergembira dengan rahmat itu. Tetapi apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa (dari rahmat-Nya)[8].

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tafsir Surah Ar-Ruum Ayat 33-36
[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kembali kepada-Nya, dan kembali tersebut adalah perkara ikhtiyari (pilihan), yang bisa dilakukan ketika keadaan susah maupun lapang, luas maupun sempit, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kembali yang sifatnya mendesak, di mana keadaan ini biasanya dilakukan semua manusia ketika kondisi dalam bahaya, namun sayangnya, biasanya ketika bahaya itu hilang, ternyata mereka malah membuang sikap kembali itu ke belakang punggungnya, dan kembali seperti sebelumnya. Sikap kembali seperti ini tidaklah bermanfaat apa-apa bagi pelakunya.

[2] Seperti sakit atau khawatir akan binasa.

[3] Mereka melupakan semua yang mereka sekutukan dengan Allah saat kondisi seperti itu, karena mereka mengetahui, bahwa tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[4] Yang dimaksudkan dengan rahmat disini ialah lepas dari bahaya itu atau dari sakit yang dideritanya.

[5] Mereka membatalkan sikap kembali itu yang timbul dari diri mereka, lalu menyekutukan Allah kembali dengan sesuatu yang tidak dapat menghilangkan bahaya dan memberikan manfaat. Ini semua merupakan sikap kufur terhadap nikmat Allah, di mana Dia telah menyelamatkan mereka dari kesulitan. Maka mengapa mereka tidak menyikapi nikmat itu dengan sikap syukur dan senantiasa ikhlas dalam semua keadaan?

[6] Yakni apakah ada keterangan yang turun kepada mereka; yang mengatakan, “Tetaplah kamu berbuat syirk, karena yang kamu pegang selama ini adalah hak dan yang diserukan para rasul adalah batil.” Adakah keterangan itu sehingga mengharuskan mereka berpegang dengan syirk? Bahkan yang ada dari wahyu dan akal sehat, dari kitab-kitab samawi (yang turun dari langit), dan dari para rasul serta panutan manusia, adalah melarang mereka berbuat syirk, melarang mereka menempuh jalan-jalan yang mengarah kepada syirk serta menghukumi rusaknya akal dan agama orang yang melakukan syirk. Dengan demikian, syirk yang mereka lakukan itu tidak didasari hujjah dan dalil, tetapi sekedar hawa nafsu dan bisikan setan.

[7] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tabiat kebanyakan manusia ketika menghadapi kesenangan dan kesulitan, yaitu bahwa mereka ketika diberi Allah rahmat, seperti kesehatan, kekayaan, pertolongan, dsb. Mereka bergembira ria dengan sikap sombong, bukan bergembira dengan rasa syukur terhadap nikmat Allah. Tetapi ketika mereka mendapatkan musibah disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan, tiba-tiba mereka berputus asa dari harapan hilangnya sakit itu atau kefakiran itu. Hal ini merupakan kebodohan mereka dan tidak mengetahui.

[8] Berbeda dengan orang mukmin, saat mendapatkan nikmat, ia bersyukur, dan saat mendapatkan musibah dia bersabar dan tidak berputus asa, bahkan tetap berharap kepada Tuhannya.

(sumber: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-ar-ruum-ayat-33-45.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar