Kamis, 25 Agustus 2016

Konsep Rumah Ideal dari sisi Islam (repost)

as-tri

“Having somewhere to go is a home. Having someone to love is a family. Having both is a blessing.” - ideA Edisi 151

Mendengar kata ‘rumah’, kira-kira apa yang lantas terlintas di benak kita? Keluarga? Orang terkasih? Gaya vintage? Modern minimalist? Dekat dengan Stasiun/Bandara kah? Mepet Sawah? Atau bahkan penantian KPR murah?

Sewaktu kecil, definisi rumah begitu sederhana digambarkan. Hanya paduan dari persegi + segitiga, atau persegi panjang + trapesium, yang lalu dibubuhi dua jendela di bagian kanan kiri, plus satu pintu. That’s enough. 
Sayang, semakin kita tumbuh, rumah besar sekalipun seringnya menjadi terasa sesak. Sempit dengan perabotan yang juga makin bertambah. Penghuni di dalamnya pun perlahan pergi dengan berbagai alasan. Tapi, akhirnya di satu waktu, ada saatnya datang kembali.
Tak salah-salah amat, kutipan populer bilang, rumah adalah tempat dimana hati berada. Sebab, begitu adanya.
Pagi ini ada yang begitu menarik. Kuliah subuh melalui layar kaca dari Ust. Maulana, membahas seputaran Konsep Rumah Ideal dari sisi Islam. Sesuatu yang di mata kita sebagai manusia seringnya luput. Karena, kita lagi dan lagi hanya disibukkan dengan persepsi berbau dunia saja. Maka, acara berdurasi satu setengah jam tersebut, cukup menjadi angin segar yang me-energized jiwa yang haus akan ilmu.
Kalau dulu saya kira, perkara rumah, hanya sebatas syarat utama, dekat atau tidak dengan Mesjid. Ternyata lebih dari itu semua. Hingga peretelannya pun sudah ada acuan yang, tidak bisa kita hindari. Berikut beberapa poin yang saya ingat dan langsung dicatat di akhir.
  • Rumah tidak boleh berisi hal-hal musyrik. Sewaktu kecil, saya ingat betul di buffet TV tepatnya di ruang keluarga kami. ada beberapa pajangan keramik yang berbentuk hewan yang di agama ini diharamkan. Ada juga botol unik bekas minuman keras yang isi didalamnya Mama saya ganti dengan teh. Sejak duduk di bangku SMP, jika saya tidak salah mengingat, semua itu sudah disingkirkan oleh kedua orangtua saya. Alhamdulillah, penjelasan Ust. Maulana kali ini juga telah saya dapati lebih awal dari orangtua. Sama percis. 
  • Rumah juga tidak boleh mengandung unsur-unsur makhluk bernafas. Kemudian, bagaimana dengan figura foto keluarga? Memang masalah satu ini, takutnya mengarah sama seperti musyrik, menjadi sesuatu yang disembah. Tapi ya, foto selama pajangan, kalau saya tangkap dari bahasan tadi, tidak apa-apa.
  • Kamar anak perempuan dan laki-laki wajib dipisah. Tidak perlu menunggu mereka besar atau sudah baligh, sejak dini pun akan lebih baik. Kalau tadi Ust. Maulana menyebutkan di usia 7 tahun.
  • Tidak boleh ruang tamu atau bagian rumah langsung terlihat dari luar. Makanya, salah satu untuk menyamarkannya ya pakai tirai yang lazim kita jumpai di setiap rumah.
  • Tempat wudhu tidak menyatu dengan kamar mandi. Karena ternyata, hukumnya makruh. Nah yang satu ini betul-betul jadi PR, karena di rumah kami sekarang, untuk berwudhu memang dilakukan di kamar mandi, hiks.
  • Toilet tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat. Jadi, kalau bingung bagian satu ini. Begini ilustrasinya, bagian kloset itu baiknya ada di sisi kanan Kiblat. Di rumah saya, kamar mandi membelakangi kiblat, tapi ketika merujuk ke bagian kloset, Alhamdulillah posisinya ada di sisi kanan Kiblat.
  • Masih di masalah kamar mandi. Baiknya, kamar mandi disatukan dengan ruang ganti pakaian. 
  • Rumah harus juga jadi tempat belajar yang nyaman, misalnya di ruang tengah.
  • Ketika ada tamu datang, dan di rumah tidak tersedia kamar khusus tamu. Baiknya yang digunakan itu kamar anak. Kamar utama, kamar suami istri, tidak boleh. 
Bagian yang masih gak kalah mengiang di benak saya, ketika Ust. Syam bicara begini, “Kalau misal Rasulullah datang ke rumah, apa yang ingin kita perlihatkan? Apa yang ingin kita katakan?”
Maka, beliau mengingatkan sekali lagi, untuk tidak mencari kemewahan dalam rumah. Juga, jangan jadikan alasan ‘Itu kan zaman dahulu’ sebagai bahan pembenaran.
“Jangan beli rumahnya. Beli lingkungannya yang baik, lihat tetangga. Ada di akhirat, manusia ditusuk hidungnya karena masak enak tapi tetangga tidak dikasih,” pesan Ust. Maulana.
Kalau kata Okky Setiana Dewi, rumah yang paling baik bukan rumah yang sering memutar ayat Al-Qur’an, bukan juga yang banyak dipajang lafal Qur’an. “Tapi Al-Qur’an yang dilisankan oleh anggota keluarga, Ayah, Ibu, Anak, semuanya tunduk, itu sebaiknya rumah,” kata dia. Tapi juga kata Ust. Syam, semegah apapun rumah asal bisa mempertanggungjawabkannya kelak.

“Kebahagian rumah itu sesungguhnya ada di istri yang tersenyum, anak tertawa, dan suami tidur nyenyak,” - Ustad Maulana, 2016.


* catatan untuk diri sendiri dan keluarga kecilku (kelak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar